Pernyataan Lampau
Tulisan ini aslinya ditulis pada 27 Desember 2022.
Saat itu, aku sedang menyukai seseorang, perasaan ugal-ugalan itu mendorongku menulis ini untuknya, tapi sepertinya tidak pernah ia baca karena dia bukan pembaca yang baik. Pun aku tidak memberinya akses tulisan ini secara langsung. Waktu berlalu cepat, beberapa bulan setelah hari itu, akhirnya Tuhan mengabulkan do'a yang kupanjatkan di akhir tulisan. Aku sudah tidak menyukainya.
Kini, aku hanya ingin mempublikasikan kata-kata yang tetap mengabadi ini tanpa perasaan yang sama lagi. Aku hanya menyukai momen dan karyanya belaka. Semoga siapapun yang membacanya bisa bijak dalam menikmati tulisan ini, ya.
---
Judul: mungkin kamu harus tahu.
Dua malam berlalu, dalam sebuah perbincangan.
"Aku penasaran, siapa lelaki beruntung yang kamu ceritakan di kontenmu itu?" celetuk salah satu temanku yang cukup menyebalkan karena selalu membahas konten we're just friends yang kubuat.
"Dia beruntung?" timpalku heran.
Jika benar kamu beruntung, maka ketahuilah.
Adalah aku, seseorang yang menjadikan kertas dan pena sebagai kendaraan menuju pulang ke rumah, yang telah memilih kamu untuk jadi manusia paling disukai saat ini. Bersiaplah, kamu akan terukir abadi dalam sebuah tulisan, terletak mengesankan di antara kata yang terangkai. Tanpa kamu sadari, kamu adalah alasan kertas kosong itu kini punya nyawa yang terisi.
-
Aku selalu tak percaya diri ketika mulai menyadari bahwa aku telah berani-beraninya jatuh hati. Apakah aku pantas untuk bersanding dengan seseorang yang aku kagumi?
Ralat, apa aku punya hak untuk sekadar mengagumi?
Terlebih yang telah menjatuhkan hatiku, adalah kamu. Kamu laki-laki biasa, aku tahu. Tapi karena saking biasanya dirimulah yang menjadikanmu tampak luar biasa.
Setiap hal yang aku lihat darimu, entah mengapa di mataku terlihat mengagumkan.
Aku menyukai setiap hal sederhana yang melekat padamu. Semakin mengenalmu, selalu saja bertambah kesan itu. Kamu yang tak pernah bersusah payah menjadi siapa-siapa, cukup menjadi dirimu sendiri. Kamu yang tak perlu melakukan apa-apa untuk dicintai, tapi setiap harinya, aku mengakui kamu layak dicintai siapapun yang mengetahuimu. Kamu yang hanya dengan kedua matamu itu menatapku, mendengarkan ocehanku, menimpali ucapanku dengan kata-kata menghiburmu, berusaha memahami apa maksudku, menyemangati dengan caramu, bisa menghancurkan dinding pertahananku. Kamu yang punya banyak keresahan dan berujung menjadikan keresahanmu sebagai jalan karya. Kamu yang cukup sering berkirim kabar denganku, aku yang senang kala kamu gemar bercerita tentang dirimu yang katanya memiliki hidup yang membosankan itu, kamu yang kusebut ajaib dengan segala tingkahmu.
Mungkin kamu memang laki-laki biasa yang berdalih hal-hal yang kamu lakukan adalah hal yang biasa kamu lakukan pada sesama. Mungkin hal itu aku yakini sebagai sebuah kebenaran. Tapi apa aku pun harus mengaku salah? Ketika tanpa kuundang, perasaan ini tumbuh sendiri, kadang-kadang berkata bahwa aku istimewa dan sangat sesuai untukmu. Aku cepat-cepat menepis harapan itu. Aku tahu, kemungkinan yang kecil sekali untuk kita bersama, sekalipun ada yang memimpikan hal itu.
Pertanyaan di benakku selalu sama, "Apakah perasaanku berbalas? Apakah aku hanya berhalusinasi?"
Kamu pasti sadar kan dengan rasaku yang mulai terang-terangan hadir di sekitar jalur interaksi kita?
Tidakkah kamu lelah dengan keluhku yang selalu kelelahan?
Ya, benar. Aku lelah.
Sangat lelah, dan itu karenamu.
Aku lelah membawa beban perasaan yang terus menggerogoti diriku dan memaksaku melakukan hal-hal bodoh tanpa kendali. Aku lelah berpura-pura biasa di depanmu, sedang kamu berpura-pura tidak tahu.
Aku tahu kok, ada banyak hal yang kamu jaga sehingga kejujuran belum bisa tercipta dari lisanmu. Pun aku begitu, aku tak mau ambil resiko renggangnya persahabatan di antara kita hanya karena remeh dan lemahnya perasaanku.
Tapi semakin dalam dan dalam aku tenggelamkan rasa ini, semakin keras juga dia mendobrak pintu hatiku, berisik.
Seolah berkata, "Biarkan seisi semesta tahu siapa orang yang membuatmu selalu menangis tiba-tiba!"
Setelah mempertimbangkan ulang, sepertinya aku masih punya setitik daya untuk membungkamnya sejenak. Karena ke depannya, aku masih ingin berteman baik denganmu.
Jalan takdir yang digariskan selama setahun ini cukup manis buatku karena dihiasi kehadiranmu, aku tak ingin pernyataan langsungku jadi hal yang aku sesali seumur hidup.
Lagipula, jika terjadi percakapan langsung antarkita tentang ini, apa yang akan terjadi? Apa selanjutnya? Tak ada yang akan berubah kecuali kita yang semakin canggung, kan?
Ya sudah, tak apalah kamu cukup mengetahuinya diam-diam seolah aku tak pernah ada perasaan apa-apa untukmu. Maklumi kalau sikapku bisa berubah-ubah tergantung kondisi, itu tahapanku berdamai dengan diri sendiri, isi kepalaku masih kesal denganmu dan aku harus membereskan apa yang terobrak-abrik di hati ini.
Terima kasih untuk jarak yang kamu beri. Ini sangat membantuku untuk pulih.
Beberapa orang baik dalam hidupku tahu tentang aku dan perasaanku untukmu, bahkan mengenal sosokmu. Mereka yang paling tahu betapa gilanya seorang aku ketika dilanda ujian perasaan ini. Mereka yang tahu segala cara yang aku lakukan untuk mempertahankan harga diriku, meski seringnya tetap tergelincir juga. Mereka yang tahu, bahwa kamu salah seorang penyebabnya. Aku minta maaf kalau terlalu banyak membicarakanmu pada mereka seolah kamu tokoh utama dalam sebuah novel. Mungkin ini bisa saja akan benar-benar terjadi.
Terima kasih sudah membaca ungkapan rahasia yang tak lagi jadi rahasia ini. Mungkin agak terasa geli karena suasananya berbeda. Aku hanya ingin melegakan ruang hatiku yang cukup sesak karena selama ini diisi kamu.
Kalau mereka bilang kamu adalah lelaki beruntung,
kurasa nantinya kamu tak jadi seberuntung itu.
Karena aku meminta pada Tuhanku, untuk segera menuntaskan apapun yang tersisa pada diriku untukmu. Aku berusaha memulangkan rasa yang sudah bermain berlebihan ini ke rumah, mengetuk pintu yang tepat. Mengembalikan hak-Nya untuk dicintai melebihi apapun.
Terima kasih sudah berkenan untuk jadi tempat persinggahan yang nyaman, pelabuhan yang begitu indah. Maaf kalau aku salah menempatkan perahuku di sana. Aku akan segera berlayar kembali.
Mungkin aku masih akan seperti ini dalam beberapa waktu, wajarkan saja ya. Nanti juga aku bisa terbiasa lagi.
-
Oh iya, sehat-sehat selalu dan tetaplah jadi teman baikku, ya? Semoga Dia mencintaimu tanpa kenal henti sepertiku.
—Ra Sa
Komentar
Posting Komentar
Mari tinggalkan jejakmu bila berkenan :)