Lari Sejenak

Pikiranku menari-nari sebelum pukul satu pagi.

Suaramu sudah berlalu, tergantikan deru nafasmu yang syahdu.

Aku tahu kamu kelelahan, tapi kamu masih berusaha memberiku jutaan perhatian.

Meski pada akhirnya kita hanya bisa bersama dalam mimpi yang kita khayal sendiri.


"Demikianlah cinta," katamu selalu.


Aku terbutakan oleh makna cinta. Aku merangkainya sejak lama dengan hati-hati, namun yang kudapat adalah seonggok luka. Kali ini, makna cinta yang mewujud luka itu, bernama kamu.


"Maukah kamu melawan dunia bersamaku?"


Tawaran itu selalu melayang di antara percakapan kita setiap 'rasa ingin memiliki' melambung tinggi. "Ayo, aku mau," jawabku atau bisa jadi kamu. Kita selalu melempar tanya dan jawab yang serupa. Kita memang sudah jadi satu sedari semula. Hanya saja baru disadari di waktu yang tak tepat menurut dunia.


Mengakuimu ada, sama dengan menghujani seribu belati ke dada orang-orang yang kusayangi.

Mengakuiku ada, sama dengan menjatuhkan kamu dari menara paling tinggi di negeri ini. 

Mengakui kita ada, sama dengan mendorong kita ke dalam jurang tak bertepi.


"Aku tahu kita akan berakhir, namun bolehkah sejenak saja kita lari dari kerasnya semesta, dan menikmati waktu melambat hanya berdua?"


Aku tentu saja selalu setuju.

Sebuah pelarian yang indah.


- Ra Sa

Komentar

Postingan Populer