Jejak Juang Langkahku (Part 2)

Assalamu'alaikum!


Konnichiwa, all ;)  Setelah berhari-hari bahkan berminggu-minggu lanjutan ceritaku ini tak tersentuh, akhirnya bisa kuselesaikan juga, fyuuh. Maklum, anaknya kan sok sibuk, haha :P Oke, penasaran kan, setelah aku "jatuh" kemarin, kok masih ada lanjutannya? Apa yang terjadi?

Bismillah. Aku bersikap tegar. Berhubung aku waktu itu masih kelas 7, jadi masih ada kesempatan tahun depannya, kan? :) Yap, aku berusaha semaksimal mungkin mengembangkan kemampuan yang aku punya. Teruuuus latihan membuat puisi. Baca-baca karya puisi orang lain. Bergabung di Komunitas Bisa Menulis di Facebook. Dan banyaaak belajar pastinya :)

Tapi. Ya, tapi... Tahulah kalian, gimana sifatku >.< Semangatnya cuma di awal-awal doang. Dua tiga bulan berikutnya, normal lagi. Bahkan aku jaraaaaang banget bikin karya apa-apa lagi. Huft. Lebih kayak menikmati masa-masa terakhir di kelas 7 gitu, masa-masa terpolos, wkwkwk.

SKIP ya.

Masihkah Harapan Itu Ada?

Pada event FLS2N berikutnya, tahun 2014, aku ikut lagi. Dari dua minggu sebelum lombanya dimulai, guruku sudah menyuruh aku untuk memulai membuat puisinya. Dan aku .... ngaret /? Duh. Tahun ini, aku gak niat buat cerpen. Jadi fokus puisi aja. Seminggu kemudian, baru deh, nanya-nanya lagi, apa temanya. Ternyata gak jauh beda. Masih sama kayak yang dulu. Terus, yang terbayang di pikiran aku tuh banyak banget budaya-budaya Belitung. Tapi aku bingung, mana yang bakal dijadiin topik puisiku. 

Pertamanya, pengin nulis tentang Makan Bedulang, tapi kayaknya too short. Yaudah, gak jadi. Lalu tersentuh dengan budaya 'Berage' dan ... sama. Cari lagi dan lagi, tanya-tanya ke teman tentang budaya Negeri Laskar Pelangi ini. Sampai googling juga. Tapi, tetep. Gak nemu yang klop. 

Namun aku sadar, aku gak mungkin nemu yang pas, kalau aku sendiri gak pernah mencobanya. And then, aku buatlah puisi tentang tarian. Ya, walaupun gak ada nyambungnya sama daerah Belitung. Karena puisi itu termasuk tarian secara umum. But, aku juga mencoba menulis puisi tentang Muang Jong. Aku googling lagi, dan buka youtube buat lihat langsung. Tapi cuma sedikit nemunya. Pas aku baca-baca di blog orang, aku merinding. Ini kok mistis amat ya. Tapi keren kalau dijadiin puisi. Soalnya, bisa dideksripsikan dengan wah gitu. Ceilah. :3

Lima hari sebelum deadline, aku udah bisa menelurkan setengahnya. Terus kupending sampai mepet banget. Sehari sebelum deadline :o Untung selesai, yey! Ternyata, lombanya gak diadain kayak tahun lalu. Tapi cuma disuruh kumpulin naskahnya aja langsung. Finally, aku kumpulin dua buah puisiku itu, hihi =D

Kesempatan Kedua Itu Nyata

So, sudah ketebak kan? Aku terpilih lagi unuk menjadi perwakilan SMPN 2 Tanjungpandan. Aku sih biasa aja, pura-pura senang gitu di hadapan yang lainnya. Padahal mah ... tantangan terbesar ada di depan mata. Yang ada malah deg-deg-an kan ._. #:-s

Alhamdulillah, Vivid juga menang lagi. Berhubung pas tahun ini aku sekelas sama Vivid, di 8A, jadinya kita udah saling klop kan. Jadi sama-sama semangat. Aku cari-cari informasi di internet tentang FLS2N. Terus baca-baca event FLS2N tahun-tahun sebelumnya. Sempat kaget, kok gak ada Cipta Puisi yang untuk Nasionalnya? Ugh. Kenapa ya?

Kebetulan, tahun ini FLS2N kebagian jatah di Semarang untuk tingkat Nasional. Kan seru tuh, aku belum pernah ke sana. Tahun lalu di Medan, dan Alhamdulillah, vocal group Spenda udah pernah merasakannya, hihi. 

Tapi entah apa yang merasukiku... alah. I mean, keyakinanku itu kuat. Bahwa aku pasti bisa masuk Nasional kayak yang lainnya. Aku bisa! Aku percaya sama Allah, dan usahaku sendiri :) Jadi, untuk membulatkan mimpi-mimpi kami, aku bikin editan foto, huehehe. 

"Berharap gak salah kan? #optimis #FLS2N" -@raufadila

Ini semua buat penyemangat aja sih, biar mimpi yang ada di depan mata, semakin nyata ;) Harus terus optimis, right? Aku berjuang bersama Vivid. Membayangkan kebersamaan kami selama perjalanan ke sana. Bersama-sama mengejar asa. Ah. Ya, kesempatan itu ada. Tapi baru permulaan.

Cobaan pertama datang, guru pendamping yang ditunjuk oleh sekolah adalah Pak Suryatin. :| Masalahnya, aku khawatir, beliau guru pria, aku mikirnya kan sampai ke tahap selanjutnya, gimana nanti di provinsi atau bahkan nasional? Kan gak enak didampingi sama guru pria. Lagipula, aku gak enak juga sama Bu Minar, aku banyak belajar puisi sama beliau, yang ditunjuk malah Pak Sur. Teman-teman sih senang, jadi banyak pelajaran kosong kalau aku lomba :|

Aku baru aja niat ngomong sama Kepsek, tapi gak dapat waktu yang pas. Alhasil, sampai waktu lomba tiba, gak sempat ngomong sama sekali. Huhu ='(

Sebelum hari H, aku meluangkan waktu untuk belajar di rumah Bu Minar, berkonsultasi perihal puisi yang mau dilombakan biar gak salah lagi. Ternyata, kata-kataku masih ada yang kurang nyambung. Satu per satu aku edit. Pokoknya dirombak deh. Pas pulang ke rumah, aku nelpon Abi, minta pendapat tentang puisiku, eh ternyata, Abi gak setuju. Katanya, puisiku itu seolah-olah membenarkan ajaran "Muang Jong" yang memuja penghuni lautan. Kan mistis gitu. Harusnya cuma sebatas kesenian aja. Ini masalah akidah, kata beliau gitu. Akhirnya kurombak lagi, sampai semuanya tuntas :)

Dan takdir itu ... menunggu.

Satu-satu Daun Asa Gugur

Langkah berikutnya, semua perwakilan sekolah termasuk aku (lagi-lagi) mengikuti lomba di tingkat kabupaten. Rasa deg-deg-an itu muncul lagi! Belajar dari pengalaman, aku berusaha untuk menjadi diri aku sendiri ketika lomba dimulai. Apapun yang terjadi nanti, percaya pada kemampuan sendiri. :)

Kali ini aku dan Vivid beda tempat lomba. Aku di SDN 9 Tanjungpandan, sedangkan Vivid di SMPN 1 Tanjungpandan. Huhu. Padahal pengin sama-sama lagi :(

Saat memasuki ruangan lomba, aku berkali-kali menyebut nama-Nya, berharap Allah berpihak padaku. Sempat aku bernazar, jika tingkat kecamatan aku lolos, aku bakalan puasa 1 hari. Saat para juri sudah memasuki ruangan, tubuhku mulai menegang. Fyuuh. #:-s

Juri pun menjelaskan ketentuan-ketentuan lomba. Aku memperhatikan dengan seksama. Dan berhubung di buku panduan disuruh buat sampul depan, sekolah udah menyiapkan buatku. Tapi juri gak ada ngejelasin tentang itu. Makanya aku tunjuk tangan dan nanya, hihi. Otomatis kan semua mata tertuju ke aku. Padahal baru mulai, udah pengin langsung menonjol aja, dengan sok kepo, haha =D Setelah dijelasin, baru juri menerangkan tentang tema.

"Jadi, temanya udah pada tahu? Ya, pembentukan karakter anak bangsa melalui nilai-nilai budaya yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat setempat. Nah, agar naskah yang dikumpul benar-benar original buatan kalian. Dan ibu tahu, kalian semua pasti sudah menyiapkan dan menghapal puisi sendiri, kan? Ibu gak tahu, itu puisi siapa, bisa jadi guru kalian atau ibu kalian yang buatnya, kami gak tahu," ujar salah satu juri yang membuat semua yang hadir di ruangan itu makin tegang. Gimana gak tegang, siasatnya ketahuan, wkwk =)) Aku sih tegangnya, takut disangka puisi yang kuhapal buatan orang lain. Padahal buatanku sendiri, murni.

"Makanya, kita sepakati, temanya tetap itu. Tapi dibagi lagi dengan 3 sub tema," salah satu juri menuliskan ketiga sub temanya di papan tulis. Aku sempat ragu, apa aku bisa memfokuskan puisiku ke salah satu sub tema? Huft. "Nah, anak-anak. Kalian harus menulis puisi dengan menggunakan salah satu dari ketiga sub tema ini. Dan puisi kalian harus asli karya kalian sendiri. Kami tahu jika ada yang plagiat puisi orang lain. Nanti jika ada yang seperti itu, bisa kami diskualifikasi. Belajar jujur, yang puisinya tidak ori, walaupun lebih bagus, tetap yang di bawahmu yang akan kami pilih sebagai pemenang."

Pertarunganpun dimulai. Panitia membagikan kertas yang sudah diberi cap untuk menulis puisi. Mula-mula, puisiku aku tuangkan dulu di kertas coretan, berupa HVS yang dikasih sekolah, hehe. Terus, aku rombak lagi, biar pas ke salah satu sub tema. Susah banget. Tapi aku gak boleh nyerah. Semangat!

Sekitar 15 menit waktu berjalan, tiba-tiba ada dua orang peserta yang baru datang (cowok dan cewek). Soalnya, kecamatannya jauh. Terus, mejanya udah gak ada lagi yang kosong. Jadi terpaksa, aku satu meja sama yang laik-laki :| Risih banget, asli. Pas dia udah duduk, dia nanya ini-itu. Ya udah, aku jawab. Padahal kan bisa nanya ke juri ya? Dasaar.

Tapi sampai sekarang, aku gak pernah tahu nama dia. Dan kayaknya emang gak mau tahu. Maafin ya, agak jahat, haha. Pernah juga, pas aku lagi asik nulis, dia nepuk pundakku. Menganggu kan? Walaupun pertanyaannya penting, tapi gak sampai segitunya juga, panggil aja pelan, "hei" gitu atau apalah -,- Aduh, maaf ya, jadi curhat :|

Berhubung tempat lombaku sama dengan tempat lomba Story Telling, jadi pas lomba berlangsung, anak-anak yang story telling terdengar sapai ruangan. Di pertengahan lomba, perwakilan SPENDA, Faqih Jerian, menceritakan kisahnya dalam bahasa inggris. So, aku menulis sambil mendengarkan dia bercerita. Dan menurutku, cuma dia yang nyeritainnya paling heboh dan keren. Tepuk tangan penonton aja paling keras buat dia \=D/ Dua jempol deh buat Faqih (y) (y)

Waktunya hampir habis. Juri sudah mempersilakan peserta yang sudah selesai untuk mengumpulkan karyanya. Aku masih pusing dengan pekerjaanku sendiri. Masih ragu, gitu. Apa puisiku bagus atau nggak. Ya, optimis terus doong! Satu per satu mereka keluar ruangan. Hingga tersisa dua orang di ruangan ini. Ya, aku dan salah satu peserta yang bahkan aku lupa darimana asalnya ._. Syukurlah, puisiku selesai. Kukumpulkan dengan perasaan lega. Setidaknya diriku telah berjuang~ *nyanyi* *pembaca bubar* (emang ada yang baca? gak yakin! #gebukin #gajemelanda #bye)

Waktu keluar ruangan. Aku tertegun. Vivid udah duduk-duduk di depan ruangan. Cepat banget keluarnya. Dan dia ... nangis :( Terus sesi curhat pun dimulai. Ini yang bikin greget. Ternyata, waktu untuk lomba cerpen gak sampai dua jam. Sedangkan kita, yang lomba puisi aja, masih ditungguin. Belum lagi, tempat lomba menulis cerpen ini, sama dengan tempat lomba menyanyi anak SD. Jadi pemirsa, bayangkan saja anda menulis sebuah cerpen, ditemani suara-suara 'merdu'. Dan masalahnya.... cerpen Vivid yang sudah dia siapkan lumayan panjang. Jadi dengan waktu yang singkat dan suasana yang tidak mendukung, cerpennya ia singkat-singkat alurnya. Padahal kan sayang :'( Tapi, sudahlah, kamu kan sudah berusaha, Vid :)

Sebagai teguran juga, semoga di perlombaan berikutnya, panitia bisa lebih optimal lagi mempersiapkan segala sesuatu. Termasuk memikirkan fasilitas dan waktu buat perlombaan. Karena kemampuan kami, setaraf pelajar, jangan disamakan dengan kemampuan para juri dan profesional. Untuk semuanya supaya jadi lebih baik :)

Lalu, apalagi?
Ya, kita semua sedang menanti keajaiban Tuhan. Kita percaya :)



Bersambung ...

Wassalamu'alaikum!

Komentar

Postingan Populer